Berjalan memasuki sebuah toko besar milik seorang Pengusaha Tionghoa nuansa sibuk terasa sekali. Suara keras tape mengiringi tiga penjaga toko, umumnya pribumi, memberikan pelayanan kepada konsumen. "Berapa ini bos," seorang dari mereka menanyakan harga sebuah benda yang diterima oleh konsumennya. "Dua puluh ribu rupiah," sahut yang ditanya. Begitulah secuil sketsa bisnis di keluarga WNI Keturunan Tionghoa yang juga masih mempekerjakan pribumi.
Tentulah membina bisnis langsung berhasil merupakan hal tidak logis. Mereka juga memulai dari awal. Ungkapan ini diucapkan seorang pemilik toko keturunan Tionghoa di Pasar Sentral Watampone saat ditanyai keberhasilan mayoritas etnis keturunan dalam berdagang dengan sampel kejadian di atas. Dia menilai keberhasilan sangat ditentukan kepribadian seseorang. Selalu memuliakan konsumen sehingga perhatian datang merupakan salah satu faktor yang bisa membantu kesuksesan berdagang seorang Tionghoa. "Saya melihat tergantung dari kepribadian masing-masing. Kalau dia baik dan hormat terhadap konsumen, tentu pelanggannya akan banyak. Jadi, minimal mampu menarik simpati konsumen," ujarnya.
Dalam keluarga Tionghoa, menfokuskan diri dalam suatu bidang sangat ditentukan sejak dari kecil. Ketika mereka sudah beranjak dewasa dan mampu mengambil keputusan, diwajibkan memilih sebuah putusan hidup yang akan dijalani. Kalau ingin meniti jalur pendidikan maka tidak diizinkan mencampurbaukkan dengan pikiran "cari" uang.
Urusan investasi juga menjadi pemikiran serius. Dalam lingkungan Tionghoa, memberikan modal kepada keturunan untuk berusaha sangat selektif. Mereka tidak ingin investasi yang diberikan terbuang percuma. Kalau tidak sanggup berdagang jangan sekali-kali meminta investasi. "Memang dalam memberikan investasi kepada anak-anaknya dilakukan dengan teliti," kata YD seorang pengusaha elektronik di kota Watampone.
Yd mengungkapkan, dalam berusaha, dari Tionghoa, meski tidak menepis anggapan kalau semua etnis berperinsip demikian, sangat mengedepankan sifat jujur dalam berbisnis. Apalagi kalau bisnis ini dikerjakan dengan melibatkan beberapa mitra kerja. "Sudah jelas itu. Semua etnis saya rasa demikian. Tionghoa sangat mengedepankan sikap jujur dalam berusaha," ujar pengusaha tergolong yang masih muda ini.
Ungkapan senada dikemukakan Abadi Fadil, Ketua Penguyuban Masyarakat Tionghoa Seluruh Indonesia Bone. Abadi mengatakan ada empat hal dasar yang harus dimiliki seorang pebisnis dan konon banyak dipegang suku Tionghoa. Keempatnya antara lain, rajin, ulet, tabah dan hemat. "Teknik berdagang kami semuanya sama. Resep yang sering kami lakukan rajin, ulet, tabah dan hemat," tutur Abadi.
Keberhasilan suku Tionghoa sebenarnya tidak lepas dari lingkungan yang menghendaki harus terjun dalam dunia bisnis. Pasalnyya, sejak dulu mereka hanya diberikan lahan mencari nafkah di bidang jual-beli. Dengan kondisi yang demikian, praktis semua keturunan hanya menyaksikan lingkugan berdagang tiap hari.
Menurut Yd, dirinya setiap bangun tidur telah menyaksikan orang tua melayani konsumen. Pemandangan ini, menurutnya, sedikit tidaknya dipelajari para keturunan Tionghoa. "Mungkin juga faktor lingkungan. Sejak kecil, dari bangun tidur yang kami lihat orang tua melayani pembeli. Dari sini setidaknya ada pengaruh psikologis untuk mendalami hidup berbisnis,"
Pendapat Yd dibenarkan Abadi. Karena kesempata yang diberikan negara hanya bidang penjualan produk maka secara turun temurun etnis Tionghoa praktis menguasai bidang ini.
"Dalam etnis kami, perdagangan memang diajarkan turun temurun. Karena dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kesempatan yang dibuka bagi kamu adalah berdagang," tuturnya sambil berharap setelah pembukaan kesempatan seluas-luasnya pada era sekarang, banyak Tionghoa aktif di bidang lain.
0 Komentar