Perdagangan manusia dan imigrasi mewarnai perjalanan masuknya orang Tanah Toraja di Bone. Ungkap Herianto Pata Allo, salah satu dari beberapa orang Toraja yang beralamat di Jalan Lapawawoi Karaeng Sigeri, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan. "Dari cerita orang tua, bahwa ada dua jalan masuknya orang Toraja di sini, dengan cara berimigrasi atau melalui penjualan manusia".
Sementara untuk orang Toraja pertama yang bermukim di Bumi Arung Palakka, tidak di ketahui secara pasti, termasuk pria kelahiran tahun 70-an itu. Dari penuturannya di perkirakan orang Toraja sudah ada di Bone sebelum tahun 1945. "Orang Toraja pertama yang menetap di Bone, secara pastinya belum tahu. Namun, kami meyakini masuknya orang Toraja di sini sebelum Indonesia merdeka. Karena bapak saya lahirnya di sini (Bone) pada tahun 50-an". Lanjut Anto, panggilan akrabnya.
Sedangkan, dari informasi yang di himpun jumlah Kepala keluarga orang Toraja di Bone mencapai 500-an yang tersebar di beberapa wilayah. Dan tergabung dalam kerukunan orang Toraja di Bone yang bernama Sang Toraya. Sang Toraya ini kemudian menghimpun beberapa kelompok orang Toraja di Bone yang tersebar di berbagai kecamatan. "Kami tersebar di berbagai wilayah di Kabupaten Bone ini. Kemudian di himpun dalam sebuah kerukunan yang kami namai Sang Toraya. Di dalam Sang Toraya terbagi beberapa kelompok yang tersebar di beberapa kecamatan". Ujar nya.
"Kami akan berkumpul dengan orang-orang Toraja di sini setiap bulannya dalam acara arisan. Tapi, hanya perwakilan keluarga saja dan pertemuan terbesar terjadi setahun sekali dalam acara natalan", Lanjutnya lagi.
Sang Toraya sendiri pemimpin yang di pilih, bukan melalui pemilihan secara demokrasi melainkan sesuai kapabilitas ketokohan dalam masyarakat Toraja. Dan setiap permasalahan yang terjadi di lingkup Sang Toraya di selesaikan secara adat agar perpecahan serta perbedaan pendapat tidak terjadi.
Mengenai rutinitas dan mata pencaharian orang Toraja di Bone, meski, ada beberapa yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil (PNS) namun, lebih banyak menekuni dunia pertukangan kayu/ pembuatan mebel. Ilmu atau pengetahuan cara membuat mebel selalu diajarkan secara turun-temurun kepada setiap regenerasi agar pencaharian pokok orang Toraja di Bone selalu berlanjut sebab, tuntutan adat dalam kehidupan orang Toraja yang begitu besarnya seperti yang disampaikan Anto. "Anak Toraja di Bone sama dengan masyarakat pada umumnya, bekerja, bersekolah. Namun selepas dari sekolah anak-anak akan diajarkan membuat mebel agar ilmu itu tidak putus. Dan orang Toraja memang ditekan untuk bekerja keras karena tuntutan adat".
Bukan hanya masalah pekerjaan, orang-orang Toraja dituntut untuk menghargai adat, budaya dan melestarikannya. Dapat dilihat dari berbagai wilayah yang di diami oleh orang Toraja tak terkecuali Bone, selalu saja terlihat Tongkonan yang menghiasinya sebagai ciri khasnya. Sama halnya dengan Herianto Pata Allo yang mampu menghafal silsilah keluarganya sampai 18 turunan dan dianggapnya sebagai sesuatu yang unik karena tidak sembarang orang mampu melakukannya.
Sebagai minoritas di kalangan orang-orang yang baik dari suku, budaya dan agama. Bukan berarti kehidupan orang Toraja di Bone merasa terganggu dan tidak nyaman, seperti yang di tuturkan Anto. "Selama tinggal di sini lumayan aman dan nyaman, meski kami kebanyakan berkeyakinan non Islam tapi juga ada beberapa dari Sang Toraya berkeyakinan Islam. Walau, tempat ibadah untuk kami sangat terbatas dan intinya toleransi di Bone ini berjalan cukup baik".
(BCM. Hmk).
0 Komentar