Di tengah kuatnya arus politik masa kini, pertarungan kawan melawan kawan adalah hal yang lumrah kita saksikan. Bahkan, fenomena kawan memakan kawan hampir selalu tersaji dalam setiap kontestasi pemilu, baik pemilihan kepala daerah hingga pemilihan presiden. Lihat saja bagaimana keakraban Prabowo Subianto dan Joko Widodo saat pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun 2012 dan saat pemilihan presiden tahun 2014 dan 2019.
Jauh sebelum pemilu itu hadir kawan melawan kawan sudah terjadi sebelum Indonesia merdeka. Jika kita melihat ke belakang, Negeri Bumi Arung Palakka dalam sejarahnya pernah terjadi peristiwa serupa yang diabadikan dalam karya Syahril Kila dengan judul Ironi Sang Pembebas. Penulis kelahiran Pinrang tahun 1960 itu menjelaskan bagaimana sejarah kelam terjadi di Kabupaten Bone yang berakhir dramatis dan tragis.
Pemenggalan kepala Todani Arung Bakke mengambil peran dalam sejarah kabupaten yang memiliki 27 kecamatan itu. Meski, pada dasarnya Arung Bakke adalah sosok yang aktif menemani Arung Palakka dalam pembebasan bangsa Bone dari penjajahan Gowa sekaligus kawan yang disayangi oleh Arung Palakka sendiri.
Peristiwa itu tidaklah dipandang sebagai pengkhianatan terhadap bangsa Bone, melainkan sebuah tindakan heroik dari ‘Sang Pembebas’. Karena tidak semua pemimpin mampu melakukan hal yang serupa, mengorbankan kawan sendiri demi kepentingan bersama dan keutuhan kerajaan Bone. Pada masa itu, hubungan Bone dengan kompeni menemui titik keretakan yang hanya memiliki satu jalan untuk merekatkan, yaitu mengorbankan satu di antaranya, Arung Palakka atau Arung Bakke.
Dalam sejarah umum bangsa Indonesia, Belanda diasosiasikan sebagai penjajah. Namun, itu tidak sepenuhnya berlaku bagi bangsa Bone. Pada abad ke-16, Arung Palakka dibantu Admiral Speelman dari Kompeni memimpin pasukan ke Makassar menyerang kerajaan Gowa-Makassar.
Arung Palakka adalah politikus ulung. Tidak heran jika Kerajaan Makassar mengakui kemampuannya dalam melakukan negosiasi dan kerja sama dengan pihak mana pun, termasuk dengan Belanda.
‘Petta Malampe’e Gemme’na’ merupakan pahlawan yang ia raih dari kegigihan serta pengorbanan dalam membebaskan bangsanya. Namun, tidak bisa dilupakan begitu saja Todani Arung Bakke penguasa dari lima Kerajaan Ajatappareng yang juga berperan penting dalam pembebasan bangsa Bone.
Sungguh ironis akhir kisah salah satu raja yang kepalanya terpenggal dari telunjuk kawan sendiri demi bangsa yang ia cintai tidak mengalami perpecahan.
Kepemimpinan yang baik adalah kondisi di mana pemimpin menempatkan kepentingan rakyat di atas segala kepentingan. Kepemimpinan yang tercermin dalam sebuah karya dengan ketebalan 186 halaman yang bisa memberi kesadaran bagi setiap pembacanya. Buku yang sangat baik dibaca para pemimpin atau calon pemimpin Indonesia saat ini, kenapa dan untuk siapa perjuangan itu ditujukan. Sekiranya sang Koningh Der Bougies tidak mempermasalahkan itu. (BCM. Hmk)
0 Komentar